Setiap benda yang najis, haram dimakan. Tetapi tidak semua benda yang
haram dimakan itu najis. Dalam bahasa ushul fiqih dikenal istilah illat,
illat adalah alasan yang digunakan sebagai dasar pengambilan sebuah
hukum. Berhubungan dengan hukum haram, ada tiga alasan –illat-, pertama
haram karena memudharatkan. Kedua, haram karena dihormati, dan ketiga
haram karena najis. Agar lebih jelas dicontohkan seperti berikut.
Haram dengan illat mudharat, misalnya mengkonsumsi/memakan paku halus.
Meskipun paku itu tidak najis, tetapi haram dimakan. Karena memakan paku
halus dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit berbahaya. Haram dengan illat dihormati, misalnya memakan daging manusia ataupun
minum air mani, meskipun keduanya suci. keharaman ini lebih pada
penghormatan dua hal tersebut. Haram dengan illat najis, misalnya makan daging babi. Keharaman daging
bagi pada dasarnya dikarenakan kondisi babi itu sendiri yang merupakan
perkara najis seperti yang diterangkan dalam al-Qur’an. Adapaun setelah
ada penelitian ternyata daging babi mengandung mudharat/penyakit, itu
merupakan hikmah dibalik pengharaman, bukan illat itu sendiri.
Dengan demikian sebenarnya haram dan najis adalah dua hal yang berbeda.
Haram berhubungan dengan hukum syar’i, sedangkan najis berhubungan
dengan sifat benda itu sendiri. Karena berhubungan dengan hukum syar’i
maka ketentuannya tidak dapat berubah, sebagaimana ditetapka oleh
Syaari’ Allah subahnahu wa ta’ala dalam al-Qur’an maupun Nabi Muhamad
saw melalui haditsnya. Sedangkan Najis, yang berhubungan dengan sifat
benda, maka bisa saja diubah sifat benda tersebut sesuai dengan kaedah
fiqhiyah. Misalnya, baju yang terkena ompol bayi itu najis, tapi dapat
dihilangkan najisnya jika dicuci. Tidak demikian dengan Haram, sekali
syariat telah menghukuminya sebagai barang haram, maka keharman itu
melekat selamanya dan tidak bisa dihapus. Dimasak dengan cara apapun
babi tetap haram.
Untuk lebih jelasnya harus ada batasan antara haram dan najis.
Penjelasan inilah yang dalam kaedah fiqih disebut tashawwur yaitu
penggambaran sesuatu melalui ta’rif atau definisi.
Adapun batasan haram menurut kitab lathaiful isyarat fil ushulil fiqhiyat halaman 12 adalah:
Sedangkan batasan najis menurut kitab nihayatul muhtaj ila syarhi minhaj karya Syekh Ar-Ramly juz I halaman 215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar