Senin, 19 November 2012

Rongsok komputer di cina

wah,,, ternyata bukan hanya ada pencemaran air,tanah, dan udara saja lhooo yang jadi bermasalah. Limbah elektronik pun menjadi masalah besar seperti di negara cina. Apakah anda tahu bahwa komponen komponen elektronik yang ada pada berbagai macam alat elektronik yang ada di rumah kita mempunyai kandungan emas murni. Mungkin anda tak percaya dan tak yakin dengan apa yang saya katakan. Sebenarnya emas bukan hanya saja dipakai sebagai alat perhiasan namun emas juga digunakan pada bagian – bagian penting dalam rangkaian elektronik, seperti IC dan microprocessor, pelapis luar pada bagian transmisi sinyal, dsb. Dalam rangkaian elektronik modern, kandungan emas mencapai 100 gram – 150 gram / ton. Mungkin anda tak menyadari selama ini komponen komponen elektronik tersebut anda buang begitu saja ke dalam bak sampah,dan tanpa anda sadari komponen tersebut memiliki kandungan emas murni. 

Dari pada limbah elektronik tersebut anda buang secara percuma dengan begitu saja mari kita mencoba menggali potensi limbah elektronik tersebut dengan cara memisahkan emas murni dari logam yang lainnya. Buka peluang usaha kita untuk memperoleh pendapatan yang tak terduga dari rangkaian limbah elektronik yang sudah tidak dapat digunakan lagi. 

Semakin banyaknya kebutuhan elektronik di masa modern ini, maka semakin banyak pula peluang kita untuk menghasilkan emas murni dari barang-barang elektronik disekitar kita yang telah rusak dan tak terpakai lagi. Mari mulai sekarang kita mencoba sebuah pengalaman baru yang menghasilkan uang dari limbah-limbah elektronik yang selama ini telah anda buang dengan sia-sia. Sekaligus sebagai wujudkepedulian kita akan limbah sampah disekitar kita.
Di negara-negara maju seperti Eropa limbah elektronik tersebut sudah menjadi sebuah usaha skala besar yang mampu mengangkat pegawai sekaligus membuka sebuah lowongan kerja bagi masyarakat sekitarnya dan mengapa kita tidak segera mencontohnya. 
Sulitnya di saat ini mencari sebuah pekerjaan dinegara kita indonesia dan semakin bertambahnya angka kelulusan maka semakin banyak pula jumlah pengangguran yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan. 
Mari mulai sekarang kita berusaha untuk menjadi seorang pengusaha. Kita tak perlu lagi mencari kerja,tak bingung lagi di putus kontrak kerja dan tak bingung untuk diperintah atasan. Asalkan kita mempunyai sebuah motifasi dan semangat kerja tinggi untuk memulai usaha maka tangga menuju sebuah kesuksesan akan tercapai




Bahaya Limbah Elektronika  

Jangan abaikan limbah barang-barang elektronika Anda. Ponsel misalnya mengandung bahan-bahan logam yang mungkin bisa mencemari lingkungan jika dibuang begitu saja. Kalaupun tak dibuang, paling-paling, ponsel bekas yang tak terpakai dibiarkan teronggok begitu saja di laci atau sudut rumah lainnya. Saat ini memang belum banyak yang menyediakan tempat pengumpulan limbah elektronika di Tanah Air seperti di negara lain yang biasa kita lihat di siaran televisi. Mulai Desember 2010 lalu, Bakrie Telecom menjadi operator telekomunikasi yang memelopori program pengumpulan ponsel bekas. Irfandi Firmansyah, Executive Vice President PT Bakrie Telecom mengatakan "Kita jarang menyadari bahwa materi-materi yang terkandung dalam barang-barang tersebut mengandung bahan-bahan metal dan kimia yang berdampak buruk pada lingkungan maupun diri kita dan keluarga kita,".
Dalam program ini, Bakrie Telecom menerima ponsel yang sudah tidak terpakai atau telah menjadi barang rongsokan dalam kondisi apa pun, hidup maupun mati. Tidak saja berupa pengumpulan ponsel bekas atau rongsokan, namun juga meliputi charger, baterei ponsel, cangkang kartu RUIM bekas, kartu perdana bekas maupun kartu isi ulang bekas beserta plastiknya. Kalau di indonesia memang masih jarang tempat pengumpulan limbah elektronik, tapi di luar kota balikpapan, khususnya cina, anda dapat menemukan tempat pengumpulan limbah elektronik. Kota Guiyu di daratan China adalah rumah bagi 5500 industri rumahan yang mengolah bagian-bagian dari elektronik bekas, yang dikenal dengan sebutan e-waste (sampah elektronik). Berdasarkan data dari situs lokal, wilayah tersebut setiap tahunnya mengolah sekitar 1.5 juta pon sampah yang terdiri dari sampah komputer, ponsel maupun perangkat elektronik lainnya. Industri tersebut menjadi lapangan pekerjaan yang menggiurkan bagi masayarakat di Guiyu.
Kebanyakan ponsel dan perangkat komputer tua dapat dibongkar dan komponen metal di dalamnya didaur ulang, akan tetapi menjalankan proses daur ulang ini secara aman membutuhkan waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu banyak produsen elektronik yang mengirimkan elektronik bekas keluar negeri, di mana alat-alat ini dibakar tanpa mempedulikan linkungan dan kesehatan manusia di sekitarnya.
Hampir 80% dari peralatan elektronik bekas yang diolah berasal dari luar China, terutama sekali dari Amerika, satu-satunya negara industri yang menolak menandatangani perjanjian Basel yang dibuat untuk mengatur ekspor limbah berbahaya ke negara-negara berkembang untuk didaur ulang.
Mereka memilih membuang sampah elektronik di Guiyu dan tempat lain yang serupa di India dan wilayah Afrika, karena biayanya yang murah dan mekanismenya yang lebih mudah, di mana perusahaan tidak terikat peraturan daur ulang yang ketat. Dari bisnis pengolahan limbah elektronik ini, situs Guiyu melaporkan pemasukan tahunan sekitar 75 juta dollar. Mereka mengolah sampah elektronik dengan memisah-misahkan tiap bagian dan mengelompokkannya, kemudian mengambil kandungan timah, emas, tembaga dan jenis logam lainnya dari papan sirkuit, kabel, chip dan bagian lain dari perangkat elektronik. pekerja memanaskan papan komputer di atas lapisan besi untuk melucuti timah solderan dari chip komputer. Industri kecil ini mempekerjakan 10.000 orang yang kebanyakan masih di bawah umur. Bisa dibayangkan akibat dari komponen elektronik yang mengandung merkuri dan racun yang berbahaya terhadap mereka. Laporan kesehatan dari wilayah Guiyu menyebutkan banyak anak-anak yang menderita karena tingginya tingkat pencemaran lingkungan akibat timah. Kemudian laporan dari universitas Shantou, Guiyu memiliki tingkat penderita penyakit kanker yang disebabkan oleh dioksin paling tinggi di dunia dan peningkatan pada kasus keguguran pada wanita hamil. Industri semacam ini banyak menghasilkan pencemaran lingkungan karena banyak membuang limbah hasil olahan, terutama debu dari pembakaran batu bara yang langsung dibuang ke sungai dan selokan kota, menyebabkan pencemaran terhadap air sumur dan air tanah. Mitra idc, Limbah Elektronik termasuk kedalam ketegori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun atau b3/hazardous waste), atau lebih dikenal dengan istilah E-waste. Untuk mengolah/memanfaatkan/memusnahkan limbah tersebut, haruslah dilakukan oleh Badan Usaha/Perorangan yang telah mendapatkan ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Mitra idc , Setiap tahun, sampah elektronik di seluruh dunia mencapai 36 juta metrik ton. Artinya, 36 kali lebih banyak dari jumlah batubara yang diekspor dari Kalimantan Selatan ke Cina setiap tahun. Itu baru catatan tahun lalu dari Badan PBB untuk masalah lingkungan, UNEP. Sampah ini lantas dilimpahkan ke negara berkembang sebagai tempat sampah elektronik. Salah satunya Indonesia.
Komputer, telepon genggam dan perangkat elektronik yang sudah rusak mungkin tak lagi berguna untuk Anda. Tapi di tangan David Umboh, seorang pengrajin yg mengumpulkan sampah elektronik. Menurutnya sampah elektronik bisa menghasilkan uang hingga jutaan rupiah. Sambil memegang sebuah main board alias papan sirkuit komputer, laki-laki usia 40 tahunan ini menjelaskan bagian-bagian yang bisa menghasilkan uang.
“Seperti di komputer ada namanya socket atau slot. Itu kan ada lapisan emas. Jadi itu yang dimanfaatkan. Dikumpulkan untuk diambil emasnya, dan IC atau chips itu ada kandungan emas peraknya. IC atau Chips adalah komponen elektronik berbentuk kotak persegi panjang berwarna hitam. Di samping kanan kirinya terdapat kaki-kaki berwarna abu-abu yang menempel di papan sirkuit. Setelah dilepaskan dari papan sirkuit, IC tersebut dibakar dengan alat las, dihaluskan, lantas didulang dengan air alias disaring. Proses itu tak melibatkan merkuri, seperti yang biasa dipakai pendulang emas.
Setelah pemurnian, berat emas yang diperoleh menyusut hingga separuhnya. Dari proses ini, David bisa mendapatkan rata-rata 4 gram emas, untuk tiap kilogram komponen elektronik yang dia olah. Emas ini biasanya dijual ke toko emas di pasar terdekat, dengan keuntungan sekitar 300 ribu-an rupiah. Proses pembakaran emas dilakukan dengan menggunakan wadah mangkuk dari tanah liat. Selain lebih murah, mangkuk tanah liat digunakan agar emas tidak melekat pada wadah. Mangkuk itu hanya bisa sekali pakai. Karena kalau dipakai berulang kali, sisa kotoran bisa bercampur dengan olahan emas berikutnya. Ujung dari proses pemurnian emas ini menghasilkan air warna hijau dan biru. Di tempat David ini, ada 6 ember ukuran sedang berisi limbah ini. Air limbah ini pun bisa dijual lagi. Dari situ bisa diambil tembaga, kuningan dan logam lain yang tersisa. Masih ada lagi rupiah yang bisa dikais, dari papan sirkuit dan mangkuk bekas pembakaran komponen elektronik. Diolah untuk diambil sisa tembaga dan emasnya. David mengaku tak pernah kekurangan bahan baku. Limbah elektronik biasanya ia dapat dari para pemulung. Jam terbang yang cukup tinggi membuatnya punya hubungan yang cukup baik dengan para pemulung.
Limbah elektronik juga kerap didatangkannya dari Sumatera atau Sulawesi. David membutuhkan 70 juta rupiah untuk mendapatkan sampah elektronik sebanyak satu kontainer. Tapi tak semuanya isi kontainer itu limbah elektronik. Ada juga besi-besi tua yang nyantol dikontainer. Mengolah limbah elektronik menjadi tambang emas bukannya tanpa resiko. Pegiat di Jaringan Indonesia Bebas Bahan Beracun, Slamet Daroyni menyebut ada banyak bahan berbahaya yang terkandung dalam komponen elektronik. Mulai dari timbal sampai mercuri. Slamet Daroyni mengatakan “Ketika proses pembakaran itu kan akan mengeluarkan asap, dimana asap ini merupakan zat dioxin yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan sekitar. Jika dia melakukan pembakaran itu, ada banyak zat dioxin, bahkan komponen lain seperti mercury, yang terhirup oleh pelaku daur ulang”. Dampak zat-zat tersebut tidak bisa langsung terasa, tapi menumpuk di tubuh selama bertahun-tahun. Kelak, timbal dan merkuri bisa menyebabkan penurunan fungsi otak, juga berbagai jenis kanker. Ancaman ini lebih besar mengintai para pengolah limbah amatiran, yang mengolah limbah tanpa menggunakan sarung tangan dan masker. Kalau bisa, pakai baju khusus seperti baju dokter yang sedang praktik. Walaupun sang pekerja membentengi dirinya dengan meminum susu, tapi tetap tidak efektif. Penelitian menunjukkan kalau racun bisa bertahan selama beberapa bulan di udara. Menjauhkan masyarakat dari proses pengolahan limbah elektronik seperti ini kata Slamet memang tidak mudah. Selain keuntungan yang cukup menggiurkan, sampah elektronik juga mudah diperoleh.
Agar sampah elektronik tak terus membanjiri Indonesia, mau tak mau aturannya harus dipertegas. Definisi limbah elektronik harus diperjelas, misalnya. Pemerintah juga harus berani memerintahkan produsen alat elektronik untuk mengolah limbah elektronik mereka.
dari kasus ini semoga kita bisa semakin arif dan bijak dalam membeli dan menggunakan produk-produk elektronik, belilah yang sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangkan juga umur pemakaiannya, sehingga bisa mengurangi volume sampah yang dihasilkan. Beli juga produk-produk hanya dari produsen yang memproduksi produk ramah lingkungan. (berbagai sumber/Ayna/Na)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar