Senin, 19 November 2012

pengolahan limbah batik

Batik memang menjadi perdebatan antara Negara Indonesia dan Malaysia mengenai hak paten dari batik. Namun, Indonesia yang memang terkenal dengan industry batik ternyata juga menimbulkan limbah dari pengolahan batik. Nah bagaimana cara mengolah limbah batik? disini dijelaskan lhooo alternative pengolahan limbah batik.
Industri batik merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah industri batik juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya warna air limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah air yang berwarna menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Metode elektrokimia merupakan metode yang sukses untuk mengolah beberapa limbah cair industri, termasuk limbah zat warna dari industri batik. Elektroda atau anoda memegang peranan yang sangat penting dalam proses elektrolisis limbah batik. Pemilihan elektroda kerja yaitu stainless steel didasarkan kepada alloy yang terdiri dari tiga logam yaitu Cr, Ni dan Mg. Penggunaan tiga logam lebih baik dibandingkan dengan satu logam. Hal ini disebabkan karena akan terjadi synergitic effect diantara ketiga logam. Penelitian dilakukan dengan penentuan kandungan logam Fe, Ni dan Cr pada stainless steel dengan AAS. Sebanyak 0,16 gram stainless steel dimasukkan dalam 25 mL HCl dan 25 mL HNO3 pekat dipanaskan pada lemari asam sampai warna coklat hilang, kemudian diencerkan dengan aquades pada labu ukur 250 mL, kemudian larutan itu dianalisa Fe,Ni,Cr dengan menggunakan AAS. Limbah batik diambil dari salah satu industri batik di Yogyakarta, diambil dengan warna yang berbeda yaitu hijau, biru dan merah. Limbah diambil sebelum dicampur dan dibuang ke tempat pengolahan limbah. Limbah kemudian diencerkan sebanyak 20 kali dan diambil 50 mL untuk elektrolisis. Sel elektrolisis didesain dengan memperhatikan tempat pengadukan, tempat elektroda kerja dan pembanding serta pemasukan gas nitogren. Sel elektrolisis dibuat dari kaca dengan volume maksimum 100 mL. Limbah batik diambil sebanyak 50 mL dimasukkan dalam sel elektrolisis, seterusnya elektroda kerja stainless steel dan elektroda pembanding (Pt berbentuk lempengan, luar 1 cm2 dan kemurnian 100% dari Aldrich) dimasukkan dalam larutan. Elektrolisis dijalankan dengan menggunakan variasi tegangan, waktu elektrolisis, serta konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Larutan setelah dielektrolisis diambil dan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hitachi U 2010. Optimasi kondisi elektrolisis seperti potensial, waktu elektrolisis, dan konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis dengan AAS didapatkan konsentrasi logam Fe, Cr dan Ni masing-masing adalah 54,25 x104 mg/Kg; 15,7984 x 104 mg/Kg dan 1,484 x 104 mg/Kg. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa komponen utama dalam stainless steel yang digunakan sebagai anoda mengandung logam utama yaitu Fe, Cr dan Ni. Degradasi limbah batik dengan menggunakan teknik elektrolisis sangat dipengaruhi oleh penambahan elektrolit seperti NaCl. Penambahan NaCl akan meningkatkan daya hantar listrik sehingga dalam waktu yang singkat limbah batik terdegradasi 100% atau larutan menjadi jernih. Namun, efek penambahan NaCl akan mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang belum diketahui secara pasti, hal ini ditunjukkan oleh terbentuknya puncak baru pada daerah Ultra Violet. Penggunaan elektroda stainless steel sebagai anoda sangat menguntungkan karena senyawa bari di daerah UV tidak terbentuk, tetapi terjadi korosi, karena logam teroksidasi dan bereaksi dengan Cl membentuk garam yang ditunjukkan oleh senyawa berwarna hijau dan hitam.
http://data.dppm.uii.ac.id/abstracts/?p=detail&id=238 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar